BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dalam
evaluasi pembelajaran, aspek kognitif, afektif dan psikomotik merupakan aspek
yang sangat penting. Hal ini dikarenakan ketiga aspek tersebut menjadi salah
satu hal utama yang dilakukan evaluasi. Dalam melakukan evaluasi pembelajaran,
hendaknya evaluator sangat memerhatikan ketiga aspek ini, kognitif sangat
penting untuk mengukur pemahaman peserta didik, afektif berkaitan dengan sikap
peserta didik, dan psikomotorik sendiri berkaitan dengan keterampilan peserta
didik. Karena tanpa adanya pemahaman
tentang ketiga aspek ini, maka kegiatan evaluasi tidak akan berjalan secara
maksimal.
Dalam melakukan kegiatan evaluasi pembelajaran,
diharapkan evaluator dapat melakukan evaluasi dengan sebaik-baiknya dan
setepat-tepatnya sehingga dapat memeroleh informasi yang tepat dan akurat. Jika
sudah didapatkan informasi yang tepat dan akurat, maka akan dapat dilakukan
perbaikan dan pengembangan sesuai dengan kesalahan dan kekurangan yang ada
sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai dengan maksimal.
Akan tetapi, terkadang para evaluator kurang mampu
bekerja secara maksimal dikarenakan kurangnya pemahaman terkait dengan aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hal ini menyebabkan hasilnya kurang akurat
dan tidak dapat dilakukan perbaikan maupun pengembangan dengan tepat dan akan
berdampak pada tercapainya tujuan pendidikan.
Oleh
karena itu, kami menyusun makalah ini dengan harapan para evaluator dapat
membedakan antara aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik
sehingga dapat melakukan evaluasi dengan
baik dan benar dan tidak ada lagi kerancuan diantara ketiganya. Dalam
penyusunan makalah ini juga diharapkan para evaluator dapat memberikan
informasi yang tepat terkait hasil evaluasinya sehingga dapat meningkatkan
tercapainya tujuan pendidikan dengan maksimal.
B. Rumusan
Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini
adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana
aspek kognitif dalam evaluasi pembelajaran ?
2.
Bagaimana
aspek afektif dalam evaluasi pembelajaran?
3.
Bagaimana
aspek psikomotorik dalam pembelajaran?
C. Tujuan
Pembahasan Masalah
Tujuan pembahasan masalah dalam makalah ini antara
lain adalah sebagai berikut :
1.
Menjabarkan
mengenai aspek kognitif dalam evaluasi pembelajaran.
2.
Menjelaskan
mengenai aspek afektif dalam evaluasi pembelajaran.
3.
Menjabarkan
mengenai aspek psikomotorik dalam evaluasi pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN
A. Aspek
Kognitif
Salah satu objek atau sasaran evaluasi
hasil belajar adalah aspek atau ranah kognitif[1].
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Hasil belajar
ranah ini dikembangkan oleh Benjamin S.Bloom. Menurut Benjamin S.Bloom[2] segala upaya yang menyangkut
aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah kognitif berhubungan
dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami,
mengaplikasikan, menganalisis, menyintesis, dan kemampuan mengevaluasi[3].
Menurut Bloom, aspek kognitif terdiri dari enam jenjang atau tingkat, yaitu :

Penjabarannya
adalah sebagai berikut :
1.
Tingkat Kemampuan Ingatan atau
pengetahuan
Istilah pengetahuan dimaksudkan sebagai
terjemahan dari kata knowledge dalam
taksonomi bloom. Dalam istilah tersebut, termasuk pula pengetahuan factual
disamping pengetahuan hafalan atau untuk diingat seperti rumus, batasan,
definisi, istilah, ayat Al-Qur’an atau Hadits tertentu. Istilah-istilah
tersebut memang perlu dihafal dan diingat agar dapat dikuasainya sebagai dasar
bagi pengetahuan atau pemahaman konsep-konsep lainnya.
Kata
kerja operasional yang biasanya dipakai dalam merumuskan indikator kemampuan
ingatan adalah menyebutkan, mendefinisikan, menerangkan, memberi nama, menyusun
daftar, mencocokkan, membuat garis besar, menyatakan kembali, dan menamakan.
2.
Tingkat kemampuan pemahaman
Yang dimaksud dengan pemahaman atau
komprehensi adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan testee mampu memahami arti atau konsep, situasi, serta fakta yang
diketahuinya. Dalam hal ini, testee tidak
hanya hafal secara verbalistis, tetapi memahami konsep dari masalah atau
fakta yang ditanyakan.[4]
Pengetahuan komprehensi dapat dibedakan
dalam tiga
tingkatan, yaitu :
a. Pengetahuan
komprehensi terjemahan seperti dapat menjelaskan arti Bhinneka Tunggal Ika.
b. Pengetahuan
komprehensi penafsiran seperti dapat menghubungkan beberapa bagian dari grafik
dengan kejadian.
c. Pengetahuan
komprehensi ekstrapolasi. Dengan
ekstrapolasi seseorang diharapkan mampu melihat dibalik yang tertulis.
Kata kerja yang bisa
digunakan untuk jenjang pemahaman ini diantaranya adalah membedakan, mengubah,
mempersiapkan, menyajikan, menginterpretasikan, menjelaskan, mendemonstrasikan,
memberi contoh, memperkirakan, menentukan, mengambil kesimpulan.
3. Tingkat
kemampuan aplikasi / penerapan
Aplikasi
adalah penggunaan abstraksi pada situasi konkrek atau situasi khusus. Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori,
atau petunjuk teknis. Menerapkan abstraksi kedalam suatu situasi baru disebut
aplikasi.
Kategori
kata kerja operasional untuk menyusun indikator kemampuan penerapan ini antara
lain mengurutkan, menentukan, menerapkan, menyesuaikan, mengalkulasi,
memodifikasi, mengklasifikasikan, menghitung, menggunakan, mengoperasikan, melaksanakan,
memproses, dan menyusun.
4. Tingkat
kemampuan analisis
Analisis
adalah usaha memilah suatu integritas (kesatuan) menjadi unsur-unsur atau
bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya atau susunannya. Analisis merupakan
kecakapan yang kompleks, yang memanfaatkan kecakapan dari tiga tipe sebelumnya.[5]
Kategori
kata kerja operasional untuk menyusun indicator kemampuan analisis adalah
menganalisis, memecahkan, mendiagnosis, menyeleksi, merinci, mengorelasikan,
menguji, menemukan, dan mengaitkan.
5. Tingkat kemampuan sintesis
Kemampuan sintesis adalah kemampuan untuk
menyatukan unsur-unsur atau bagian-bagian kedalam bentuk menyeluruh. Berpikir
sintesis merupakan salah satu terminal untuk menjadikan orang lebih kreatif.
Kategori kata kerja operasional untuk tingkatan
ini adalah mengabstraksi, mengatur, mengumpulkan, mengategorikan, mengode,
mengombinasikan, menyusun, mengarang, membangun, menghubungkan, merancang,
merencanakan, menggeneralisasikan, menggabungkan, memadukan, merangkum, dan
merekonstruksi.
6. Tingkat
kemampuan evaluasi
Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang
nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara bekerja,
pemecahan, metode, serta materi. Dilihat dari segi tersebut, maka dalam
evaluasi perlu adanya suatu kriteria
atau standar tertentu.
Kategori kata kerja operasional untuk
menyusun indicator kemampuan evaluasi ini antara lain membandingkan, menilai,
mengritik, menimbang, memutuskan,
menafsirkan, memerinci, memvalidasi, mengetes, mendukung, dan memilih.
B. Aspek Afektif
Hasil belajar afektif adalah hasil belajar yang
berkaitan dengan minat, sikap, dan nilai-nilai[6].
Hasil belajar afektif ini dikembangkan oleh Krathwohl dkk. Hasil belajar
afektif terdiri dari beberapa tingkat atau jenjang yaitu receiving, responding, valuing, organization,
characterization[7].
Penjabaran masing-masing jenjang hasil belajar afektif tersebut adalah sebagai
beikut;
1. Receiving atau attending
Receiving
atau attending yaitu kepekaan dalam
menerima rangsangan atau stimulasi dari luar yang datang kepada peserta didik
dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dan lain-lain. Dalam tipe ini termasuk
kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, kontrol dan seleksi gejala atau
rangsangan dari luar.
2. Responding
Responding
atau menanggapi mengandung arti adanya partisipasi aktif. Kemampuan ini
bertalian dengan partisipasi peserta didik. Pada tingkat ini, peserta didik
tidak hanya bersedia atau mau memperhatikan penjelasan guru, tetapi sudah
memberikan reaksi secara aktif.
3. Valuing
Valuing
artinya
memberikan penilaian atau menghargai. Menghargai artinya memberikan nilai pada
suatu kegiatan atau objek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan
dirasakan akan merugikan atau penyesalan. Penilaian atau penghargaan ini
berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus.
4. Organization
Organization
(mengatur) atau mengorganisasikan artinya mempertemukan perbedaan nilai
sehingga terbentuk nilai baru yang lebih universal yang membawa kepada
perbaikan umum. Level ini berkaitan dengan menyatukan nilai-nilai yang
berbeda-beda, menyelesaikan konflik diantara nilai-nilai itu dan mulai
membentuk suatu sistem nilai yang konsisten secara internal hasil belajar
afektif jenjang organisasi ini bertalian dengan konseptualisasi suatu nilai
misalnya mengakui tanggung jawab setiap individu untuk memperbaiki
hubungan-hubungan manusia atau dengan organisasi suatu sistem nilai.[8]
5.
Characterization
Characterization
yaitu keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang
mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Disini proses internalisasi
nilai telah menduduki tempat tertinggi dalam suatu hierarki nilai. Nilai itu
telah tertanam secara konsisten dan mempengaruhi emosinya. Individu yang
memiliki kemampuan afektif pada tingkat ini berarti ia telah memiliki philosophy of life yang mapan. Jadi,
individu tersebut telah memiliki sistem nilai yang mengontrol tingkah lakunya
untuk suatu waktu yang cukup lama sehingga membentuk karakteristik pola hidup,
tingkah lakunya menetap dan konsisten.
Dewasa
ini, sedang digalakan pendidikan karakter bangsa. Pendidikan karakter ini
sebenarnya juga menyangkut masalah pengembangan aspek afektif. Kementrian
pendidikan nasional mengartikan karakter sebagai nilai-nilai yang unik-baik
yang terpatri dalam diri dan direalisasikan dalam perilaku. Nilai-nilai yang unik-baik tersebut memiliki lima
jangkauan, yaitu :
a.
Sikap
dan perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan.
b.
Sikap
dan perilaku dalam hubungannya dengan diri sendiri.
c.
Sikap
dan perilaku dalam hubungannya dengan keluarga.
d.
Sikap
dan perilaku dalam hubungannya dengan masyarakat dan bangsa.
e.
Sikap
dan perilaku dalam hubungannya dengan alam sekitar.
. C.
Aspek Psikomotor
1. Hasil Belajar Psikomotor
Hasil
belajar psikomotor (psychomotor domain)
adalah hasil belajar yang berkaitan dengan keterampilan motorik dan kemampuan
bertindak individu. Hasil belajar psikomotor menunjuk pada gerakan-gerakan
jasmaniah yang dapat berupa pola-pola gerakan atau keterampilan fisik yang
khusus atau urutan keterampilan. Belajar keterampilan motorik menuntut
kemampuan untuk merangkaikan sejumlah gerak-gerik jasmani sampai menjadi satu
keseluruhan. Walaupun belajar keterampilam motorik mengutamakan gerakan-gerakan
persendian dalam tubuh, namun diperlikan pengamatan melalui alat indra dan
secara kognitif yang melibatkan pengetahuan dan pengalaman. Cara yang dipandang paling tepat untuk mengevaluasi
keberhasilan belajar yang berdimensi psikomotor adalah observasi[9].
Seperti
halnya hasil belajar kognitif dan afektif, hasil belajar psikomotor ini juga
berjenjang-jenjang. Ada sejumlah teori yang menjelaskan perjenjangan hasil belajar psikomotor ini, di antara teori
yang dikemukakan pada tulisan ini adalah yang dikemukakan oleh Elizabeth
Shimpson yang
dikutip oleh Sukiman dalam bukunya, Shimpson mengemukakan
tujuh jenjang yaitu persepsi, set/persiapan, gerakan terbimbing, gerakan
terbiasa, gerakan kompleks, adaptasi dan kreativitas penjelasan dari masing-masing tingkatan
tersebut sebagai berikut[10].
a.
Persepsi (perception)
Persepsi
berkenaan
dengan penggunaan organ indra untuk menangkap isyarat yang membimbing aktivitas
gerak. Kategori itu bergerak dari stimulus sensori (kesadaran terhadap
stimulus) melalui pemilihan isyarat (pemilihan tugas yang relevan) hingga
penerjemahan (dari persepsi isyarat ke tindakan). Contoh dalam
pembelajaran adalah ketika hendak
praktik salat, peserta didik menggunakan penglihatan, pendengaran dan
kesadarannya untuk menyadari unsur-unsur fisik daripada aktivitas salat
tersebut.
b.
Kesiapan (set)
Kesiapan
menunjukan
pada kesiapan untuk melakukan tindakan tertentu. Kategori ini meliputi
perangkat mental (kesiapan mental untuk bertindak), perangkat fisik (kesiapan
fisik untuk bertindak), dan perangkat
emosi (kesediaan bertindak). Persepsi terhadap isyarat menempati prasyarat yang
penting untuk level ini. Contoh kemampuan ini adalah peserta didik menunjukkan
persiapan fisik dan sikap untuk melakukan kegiatan, seperti menyiapkan sajadah
dan peralatan salat lainnya, dan siap melakukan salat.
c.
Gerakan terbimbing (guided response)
Gerakan terbimbing (guided response) yaitu
tahapan awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks. Hal ini meliputi
peniruan (mengulang suatu perbuatan yang telah didemonstrasikan oleh
instruktur) dan trail and error (menggunakan
pendekatan ragam respon untuk mengidentifikasikan respon yang tepat). Kelayakan
kinerja dinilai oleh instruktur atau oleh seperangkat kriteria yang cocok.
Contoh kemampuan ini adalah setelah guru mendemonstrasikan takbiratul ihram
atau sujud dan rukuk atau gerakan salat secara keseluruhan, peserta didik
mempraktikkannya sendiri.
d.
Gerakan terbiasa (mechanism)
Gerakan terbiasa (mechanism) yaitu
berkenaan dengan kinerja di mana respons mahasiswa telah menjadi terbiasa dan
gerakan-gerakan dilakukan dengan penuh keyakinan dan kecakapan. Hasil belajar
level ini berkenaan dengan keterampilan berbagai tipe kinerja, tetapi tingkat
kompleksitas gerakannya lebih rendah dari level berikutnya. Contoh kemampuan
ini adalah peserta didik telah mampu melakukan gerakan salat dengan baik tetapi
belum sampai pada tahapan mantap/mahir.
e.
Gerakan kompleks (compleks overt response)
Gerakan kompleks (compleks overt response)
yaitu
gerakan yang sangat terampil dengan pola-pola gerakan yang sangat kompleks.
Keahliannya terindikasi dengan gerakan yang cepat, lancar, akurat dan
menghabiskan energi yang minimum. Kategori ini meliputi kemantapan gerakan
(gerakan tanpa keraguan) dan gerakan otomatis (gerakan dilakukan dengan rileks
dan kontrol otot yang bagus). Contoh kemampuan pada pembelajaran adalah peserta
didik betul-betul telah mampu melakukan gerakan salat secara mantap/mahir
seperti halnya yang dicontohkan oleh Rasulullah.
f.
Gerakan pola penyesuaian (adaptation)
Gerakan pola penyesuaian (adaptation) yaitu berkenaan dengan
keterampilan yang dikembangkan dengan baik sehingga seorang dapat memodifikasi
pola-pola gerakan untuk menyesuaikan situasi tertentu.
g.
Kreativitas (origination)
Kreativitas (origination) yaitu
menunjukkan kepada penciptaan pola-pola gerakan baru untuk menyesuaikan situasi
tertentu atau problem khusus. Hasil belajar untuk level ini menekankan kreativitas yang didasarkan
pada keterampilan yang sangat hebat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Ranah kognitif berhubungan dengan
kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami,
mengaplikasikan, menganalisis, menyintesis, dan kemampuan mengevaluasi.
2.
Ranah
afektif
terdiri dari beberapa tingkat atau jenjang yaitu receiving, responding, valuing, organization,
characterization.
3.
Ranah
psikomotorik terbagi menjadi tujuh jenjang yaitu persepsi,
set/persiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, adaptasi
dan kreativitas.
B. Saran
1.
Bagi
pendidik (evaluator)
Hendaknya
mengetahui dan memahami aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik agar dapat
melakukan evaluasi dengan baik dan benar.
2.
Bagi
calon pendidik
Hendaknya
memahami tentang evaluasi dalam pembelajaran agar dapat dijadikan acuan dalam
belajarnya dan dijadikan bekal kelak saat mengajar
3.
Bagi
peserta didik
Hendaknya peserta didik memahami ketiga aspek tersebut untuk dapat
meningkatkan prestasi belajar sehingga kemampuannya dapat dikembangkan secara
maksimal.
4.
Bagi
orangtua
Hendaknya
orangtua mengetahui tentang ketiga aspek dalam pembelajaran ini agar dapat
mengetahui aspek manakah dari anaknya yang perlu lebih dikembangkan demi
kemajuan perkembangan belajar anaknya.
DAFTAR RUJUKAN
Purwanto, Edy. 2005. Evaluasi Proses dan Hasil dalam Pembelajaran,
Malang : Penerbit Universitas Negeri Malang.
Purwanto , Ngalim. 2008. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi
Pengajaran, Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Syah
, Muhibbin. Psikologi Pendidikan , Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2004
Zaifbio ( diposting oleh ). 2013. Penilaian Hasil Belajar Berdasarkan Aspek
Kognitif, Afektif, dan Psikomotor dalam https://zaifbio.wordpress.com/2013/07/12/penilaian-hasil-belajar-berdasarkan-aspek-kognitif-afektif-dan-psikomotor/ diakses pada 13 September 2015
Sukiman. 2011. Pengembangan Sistem Evaluasi. Yogyakarta : Insan Madani.
[1]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan ,(Bandung:PT
Remaja Rosdakarya, 2004), hal.154
[2]
(Diposting oleh) Zaifbio, Penilaian Hasil Belajar Berdasarkan Aspek
Kognitif, Afektif, dan Psikomotor dalam
https://zaifbio.wordpress.com/2013/07/12/penilaian-hasil-belajar-berdasarkan-aspek-kognitif-afektif-dan-psikomotor/ diakses pada 13 September 2015
[3]Sukiman, Pengembangan Sistem Evaluasi,
(Yogyakarta : Insan Madani, 2011), hal.56
[4] Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip
dan Teknik Evaluasi Pengajaran ,(Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2008),
hal.44
[7] Edy Purwanto, Evaluasi
Proses dan Hasil dalam Pembelajaran ,(
Malang :Penerbit Universitas Negeri Malang,
2005), hal.51
Tidak ada komentar:
Posting Komentar