Senin, 21 Desember 2015

ASPEK-ASPEK PEMBELAJARAN KOGNITIF, AFEKTIF, DAN PSIKOMOTOR





BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
            Dalam evaluasi pembelajaran, aspek kognitif, afektif dan psikomotik merupakan aspek yang sangat penting. Hal ini dikarenakan ketiga aspek tersebut menjadi salah satu hal utama yang dilakukan evaluasi. Dalam melakukan evaluasi pembelajaran, hendaknya evaluator sangat memerhatikan ketiga aspek ini, kognitif sangat penting untuk mengukur pemahaman peserta didik, afektif berkaitan dengan sikap peserta didik, dan psikomotorik sendiri berkaitan dengan keterampilan peserta didik. Karena  tanpa adanya pemahaman tentang ketiga aspek ini, maka kegiatan evaluasi tidak akan berjalan secara maksimal.
Dalam melakukan kegiatan evaluasi pembelajaran, diharapkan evaluator dapat melakukan evaluasi dengan sebaik-baiknya dan setepat-tepatnya sehingga dapat memeroleh informasi yang tepat dan akurat. Jika sudah didapatkan informasi yang tepat dan akurat, maka akan dapat dilakukan perbaikan dan pengembangan sesuai dengan kesalahan dan kekurangan yang ada sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai dengan maksimal.
Akan tetapi, terkadang para evaluator kurang mampu bekerja secara maksimal dikarenakan kurangnya pemahaman terkait dengan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hal ini menyebabkan hasilnya kurang akurat dan tidak dapat dilakukan perbaikan maupun pengembangan dengan tepat dan akan berdampak pada tercapainya tujuan pendidikan.
            Oleh karena itu, kami menyusun makalah ini dengan harapan para evaluator dapat membedakan antara aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik sehingga dapat  melakukan evaluasi dengan baik dan benar dan tidak ada lagi kerancuan diantara ketiganya. Dalam penyusunan makalah ini juga diharapkan para evaluator dapat memberikan informasi yang tepat terkait hasil evaluasinya sehingga dapat meningkatkan tercapainya tujuan pendidikan dengan maksimal.
B. Rumusan Masalah
            Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana aspek kognitif dalam evaluasi pembelajaran ?
2.      Bagaimana aspek afektif dalam evaluasi pembelajaran?
3.      Bagaimana aspek psikomotorik dalam pembelajaran?
C. Tujuan Pembahasan Masalah
Tujuan pembahasan masalah dalam makalah ini antara lain adalah sebagai berikut :
1.      Menjabarkan mengenai aspek kognitif dalam evaluasi pembelajaran.
2.      Menjelaskan mengenai aspek afektif dalam evaluasi pembelajaran.
3.      Menjabarkan mengenai aspek psikomotorik dalam evaluasi pembelajaran


BAB II
PEMBAHASAN
A. Aspek Kognitif
Salah satu objek atau sasaran evaluasi hasil belajar adalah aspek atau ranah kognitif[1]. Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Hasil belajar ranah ini dikembangkan oleh Benjamin S.Bloom. Menurut Benjamin S.Bloom[2] segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, menyintesis, dan kemampuan mengevaluasi[3]. Menurut Bloom, aspek kognitif terdiri dari enam jenjang atau tingkat, yaitu :
Penjabarannya adalah sebagai berikut :
1.      Tingkat Kemampuan Ingatan atau pengetahuan
Istilah pengetahuan dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata knowledge dalam taksonomi bloom. Dalam istilah tersebut, termasuk pula pengetahuan factual disamping pengetahuan hafalan atau untuk diingat seperti rumus, batasan, definisi, istilah, ayat Al-Qur’an atau Hadits tertentu. Istilah-istilah tersebut memang perlu dihafal dan diingat agar dapat dikuasainya sebagai dasar bagi pengetahuan atau pemahaman konsep-konsep lainnya.
            Kata kerja operasional yang biasanya dipakai dalam merumuskan indikator kemampuan ingatan adalah menyebutkan, mendefinisikan, menerangkan, memberi nama, menyusun daftar, mencocokkan, membuat garis besar, menyatakan kembali, dan menamakan.
2.      Tingkat kemampuan pemahaman
Yang dimaksud dengan pemahaman atau komprehensi adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan testee mampu memahami arti atau konsep, situasi, serta fakta yang diketahuinya. Dalam hal ini, testee  tidak  hanya hafal secara verbalistis, tetapi memahami konsep dari masalah atau fakta yang ditanyakan.[4]
Pengetahuan komprehensi dapat dibedakan dalam tiga tingkatan, yaitu :
a.    Pengetahuan komprehensi terjemahan seperti dapat menjelaskan arti Bhinneka Tunggal Ika.
b.      Pengetahuan komprehensi penafsiran seperti dapat menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian.
c.       Pengetahuan komprehensi ekstrapolasi. Dengan  ekstrapolasi seseorang diharapkan mampu melihat dibalik yang tertulis.
Kata kerja yang bisa digunakan untuk jenjang pemahaman ini diantaranya adalah membedakan, mengubah, mempersiapkan, menyajikan, menginterpretasikan, menjelaskan, mendemonstrasikan, memberi contoh, memperkirakan, menentukan, mengambil kesimpulan.
3.      Tingkat kemampuan aplikasi / penerapan
Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi konkrek atau situasi khusus.  Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori, atau petunjuk teknis. Menerapkan abstraksi kedalam suatu situasi baru disebut aplikasi.
Kategori kata kerja operasional untuk menyusun indikator kemampuan penerapan ini antara lain mengurutkan, menentukan, menerapkan, menyesuaikan, mengalkulasi, memodifikasi, mengklasifikasikan, menghitung, menggunakan, mengoperasikan, melaksanakan, memproses, dan menyusun.
4.      Tingkat kemampuan analisis
Analisis adalah usaha memilah suatu integritas (kesatuan) menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya atau susunannya. Analisis merupakan kecakapan yang kompleks, yang memanfaatkan kecakapan dari tiga tipe sebelumnya.[5]
Kategori kata kerja operasional untuk menyusun indicator kemampuan analisis adalah menganalisis, memecahkan, mendiagnosis, menyeleksi, merinci, mengorelasikan, menguji, menemukan, dan mengaitkan.
5.      Tingkat kemampuan sintesis
   Kemampuan sintesis adalah kemampuan untuk menyatukan unsur-unsur atau bagian-bagian kedalam bentuk menyeluruh. Berpikir sintesis merupakan salah satu terminal untuk menjadikan orang lebih kreatif.
   Kategori kata kerja operasional untuk tingkatan ini adalah mengabstraksi, mengatur, mengumpulkan, mengategorikan, mengode, mengombinasikan, menyusun, mengarang, membangun, menghubungkan, merancang, merencanakan, menggeneralisasikan, menggabungkan, memadukan, merangkum, dan merekonstruksi.
6.      Tingkat kemampuan evaluasi
   Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara bekerja, pemecahan, metode, serta materi. Dilihat dari segi tersebut, maka dalam evaluasi perlu adanya suatu kriteria atau standar tertentu.
   Kategori kata kerja operasional untuk menyusun indicator kemampuan evaluasi ini antara lain membandingkan, menilai, mengritik, menimbang, memutuskan,  menafsirkan, memerinci, memvalidasi, mengetes, mendukung, dan memilih.                           
B. Aspek Afektif
Hasil belajar afektif adalah hasil belajar yang berkaitan dengan minat, sikap, dan nilai-nilai[6]. Hasil belajar afektif ini dikembangkan oleh Krathwohl dkk. Hasil belajar afektif terdiri dari beberapa tingkat atau jenjang yaitu receiving, responding, valuing, organization, characterization[7]. Penjabaran masing-masing jenjang hasil belajar afektif tersebut adalah sebagai beikut;
1.    Receiving atau attending
Receiving atau attending yaitu kepekaan dalam menerima rangsangan atau stimulasi dari luar yang datang kepada peserta didik dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dan lain-lain. Dalam tipe ini termasuk kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, kontrol dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar.
2.    Responding
Responding atau menanggapi mengandung arti adanya partisipasi aktif. Kemampuan ini bertalian dengan partisipasi peserta didik. Pada tingkat ini, peserta didik tidak hanya bersedia atau mau memperhatikan penjelasan guru, tetapi sudah memberikan reaksi secara aktif.
3.      Valuing
Valuing artinya memberikan penilaian atau menghargai. Menghargai artinya memberikan nilai pada suatu kegiatan atau objek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan dirasakan akan merugikan atau penyesalan. Penilaian atau penghargaan ini berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus.
4.       Organization
Organization (mengatur) atau mengorganisasikan artinya mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang lebih universal yang membawa kepada perbaikan umum. Level ini berkaitan dengan menyatukan nilai-nilai yang berbeda-beda, menyelesaikan konflik diantara nilai-nilai itu dan mulai membentuk suatu sistem nilai yang konsisten secara internal hasil belajar afektif jenjang organisasi ini bertalian dengan konseptualisasi suatu nilai misalnya mengakui tanggung jawab setiap individu untuk memperbaiki hubungan-hubungan manusia atau dengan organisasi suatu sistem nilai.[8]
5.      Characterization
Characterization yaitu keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Disini proses internalisasi nilai telah menduduki tempat tertinggi dalam suatu hierarki nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten dan mempengaruhi emosinya. Individu yang memiliki kemampuan afektif pada tingkat ini berarti ia telah memiliki philosophy of life yang mapan. Jadi, individu tersebut telah memiliki sistem nilai yang mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang cukup lama sehingga membentuk karakteristik pola hidup, tingkah lakunya menetap dan konsisten.
Dewasa ini, sedang digalakan pendidikan karakter bangsa. Pendidikan karakter ini sebenarnya juga menyangkut masalah pengembangan aspek afektif. Kementrian pendidikan nasional mengartikan karakter sebagai nilai-nilai yang unik-baik yang terpatri dalam diri dan direalisasikan dalam perilaku. Nilai-nilai yang unik-baik tersebut memiliki lima jangkauan, yaitu :
a.       Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan.
b.      Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan diri sendiri.
c.       Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan keluarga.
d.      Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan masyarakat dan bangsa.
e.       Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan alam sekitar.
. C. Aspek Psikomotor
1. Hasil Belajar Psikomotor
Hasil belajar psikomotor (psychomotor domain) adalah hasil belajar yang berkaitan dengan keterampilan motorik dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor menunjuk pada gerakan-gerakan jasmaniah yang dapat berupa pola-pola gerakan atau keterampilan fisik yang khusus atau urutan keterampilan. Belajar keterampilan motorik menuntut kemampuan untuk merangkaikan sejumlah gerak-gerik jasmani sampai menjadi satu keseluruhan. Walaupun belajar keterampilam motorik mengutamakan gerakan-gerakan persendian dalam tubuh, namun diperlikan pengamatan melalui alat indra dan secara kognitif yang melibatkan pengetahuan dan pengalaman. Cara yang dipandang paling tepat untuk mengevaluasi keberhasilan belajar yang berdimensi psikomotor adalah observasi[9].
Seperti halnya hasil belajar kognitif dan afektif, hasil belajar psikomotor ini juga berjenjang-jenjang. Ada sejumlah teori yang menjelaskan perjenjangan  hasil belajar psikomotor ini, di antara teori yang dikemukakan pada tulisan ini adalah yang dikemukakan oleh Elizabeth Shimpson yang dikutip oleh Sukiman dalam bukunya, Shimpson mengemukakan tujuh jenjang yaitu persepsi, set/persiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, adaptasi dan kreativitas  penjelasan dari masing-masing tingkatan tersebut sebagai berikut[10].
a.              Persepsi (perception)
Persepsi berkenaan dengan penggunaan organ indra untuk menangkap isyarat yang membimbing aktivitas gerak. Kategori itu bergerak dari stimulus sensori (kesadaran terhadap stimulus) melalui pemilihan isyarat (pemilihan tugas yang relevan) hingga penerjemahan (dari persepsi isyarat ke tindakan). Contoh dalam pembelajaran  adalah ketika hendak praktik salat, peserta didik menggunakan penglihatan, pendengaran dan kesadarannya untuk menyadari unsur-unsur fisik daripada aktivitas salat tersebut.
b.             Kesiapan (set)
Kesiapan menunjukan pada kesiapan untuk melakukan tindakan tertentu. Kategori ini meliputi perangkat mental (kesiapan mental untuk bertindak), perangkat fisik (kesiapan fisik untuk  bertindak), dan perangkat emosi (kesediaan bertindak). Persepsi terhadap isyarat menempati prasyarat yang penting untuk level ini. Contoh kemampuan ini adalah peserta didik menunjukkan persiapan fisik dan sikap untuk melakukan kegiatan, seperti menyiapkan sajadah dan peralatan salat lainnya, dan siap melakukan salat.
c.              Gerakan terbimbing (guided response)
Gerakan terbimbing (guided response) yaitu tahapan awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks. Hal ini meliputi peniruan (mengulang suatu perbuatan yang telah didemonstrasikan oleh instruktur) dan trail and error (menggunakan pendekatan ragam respon untuk mengidentifikasikan respon yang tepat). Kelayakan kinerja dinilai oleh instruktur atau oleh seperangkat kriteria yang cocok. Contoh kemampuan ini adalah setelah guru mendemonstrasikan takbiratul ihram atau sujud dan rukuk atau gerakan salat secara keseluruhan, peserta didik mempraktikkannya sendiri.
d.             Gerakan terbiasa (mechanism)
Gerakan terbiasa (mechanism) yaitu berkenaan dengan kinerja di mana respons mahasiswa telah menjadi terbiasa dan gerakan-gerakan dilakukan dengan penuh keyakinan dan kecakapan. Hasil belajar level ini berkenaan dengan keterampilan berbagai tipe kinerja, tetapi tingkat kompleksitas gerakannya lebih rendah dari level berikutnya. Contoh kemampuan ini adalah peserta didik telah mampu melakukan gerakan salat dengan baik tetapi belum sampai pada tahapan mantap/mahir.
e.              Gerakan kompleks (compleks overt response)
Gerakan kompleks (compleks overt response) yaitu gerakan yang sangat terampil dengan pola-pola gerakan yang sangat kompleks. Keahliannya terindikasi dengan gerakan yang cepat, lancar, akurat dan menghabiskan energi yang minimum. Kategori ini meliputi kemantapan gerakan (gerakan tanpa keraguan) dan gerakan otomatis (gerakan dilakukan dengan rileks dan kontrol otot yang bagus). Contoh kemampuan pada pembelajaran adalah peserta didik betul-betul telah mampu melakukan gerakan salat secara mantap/mahir seperti halnya yang dicontohkan oleh Rasulullah.
f.              Gerakan pola penyesuaian (adaptation)
Gerakan pola penyesuaian (adaptation) yaitu berkenaan dengan keterampilan yang dikembangkan dengan baik sehingga seorang dapat memodifikasi pola-pola gerakan untuk menyesuaikan situasi tertentu.


g.             Kreativitas (origination)
Kreativitas (origination) yaitu menunjukkan kepada penciptaan pola-pola gerakan baru untuk menyesuaikan situasi tertentu atau problem khusus. Hasil belajar untuk level ini menekankan kreativitas yang didasarkan pada keterampilan yang sangat hebat.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.      Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, menyintesis, dan kemampuan mengevaluasi.
2.      Ranah afektif terdiri dari beberapa tingkat atau jenjang yaitu receiving, responding, valuing, organization, characterization.
3.      Ranah psikomotorik terbagi menjadi tujuh jenjang yaitu persepsi, set/persiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, adaptasi dan kreativitas. 
B. Saran
1.      Bagi pendidik (evaluator)
Hendaknya mengetahui dan memahami aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik agar dapat melakukan evaluasi dengan baik dan benar.
2.      Bagi calon pendidik
Hendaknya memahami tentang evaluasi dalam pembelajaran agar dapat dijadikan acuan dalam belajarnya dan dijadikan bekal kelak saat mengajar
3.      Bagi peserta didik
Hendaknya peserta didik memahami ketiga aspek tersebut untuk dapat meningkatkan prestasi belajar sehingga kemampuannya dapat dikembangkan secara maksimal.
4.      Bagi orangtua
Hendaknya orangtua mengetahui tentang ketiga aspek dalam pembelajaran ini agar dapat mengetahui aspek manakah dari anaknya yang perlu lebih dikembangkan demi kemajuan perkembangan belajar anaknya.


DAFTAR RUJUKAN
Purwanto, Edy. 2005.   Evaluasi Proses dan Hasil dalam Pembelajaran, Malang : Penerbit Universitas Negeri Malang.
Purwanto , Ngalim. 2008.  Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Syah , Muhibbin.   Psikologi Pendidikan , Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2004
Zaifbio ( diposting oleh ). 2013.  Penilaian Hasil Belajar Berdasarkan Aspek Kognitif, Afektif, dan Psikomotor dalam  https://zaifbio.wordpress.com/2013/07/12/penilaian-hasil-belajar-berdasarkan-aspek-kognitif-afektif-dan-psikomotor/ diakses pada 13 September 2015
Sukiman. 2011.  Pengembangan Sistem Evaluasi. Yogyakarta : Insan Madani.


[1]Muhibbin Syah,  Psikologi Pendidikan ,(Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2004), hal.154
[2] (Diposting oleh) Zaifbio, Penilaian Hasil Belajar Berdasarkan Aspek Kognitif, Afektif, dan Psikomotor dalam  https://zaifbio.wordpress.com/2013/07/12/penilaian-hasil-belajar-berdasarkan-aspek-kognitif-afektif-dan-psikomotor/ diakses pada 13 September 2015
[3]Sukiman, Pengembangan Sistem Evaluasi, (Yogyakarta : Insan Madani, 2011), hal.56
[4] Ngalim Purwanto,  Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran ,(Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2008), hal.44

[5] Sukiman, Pengembangan Sistem Evaluasi…, hal.58
[6] Muhibbin Syah,  Psikologi Pendidikan…,  hal.155
[7] Edy Purwanto,  Evaluasi Proses dan Hasil dalam Pembelajaran  ,( Malang :Penerbit Universitas Negeri Malang,  2005), hal.51


[8] Sukiman, Pengembangan Sistem Evaluasi…, hal.69
[9] Muhibbin Syah,  Psikologi Pendidikan…,  hal.156
[10] Sukiman, Pengembangan Sistem Evaluasi…, hal.120

Tidak ada komentar:

Posting Komentar