Selasa, 29 Maret 2016

makalah kongruensi dan kesebangunan



BAB I
A.    Latar Belakang
Membandingkan dua benda secara geometis dapat dilihat dari dua aspek, yaitu bentuk dan ukurannya. Satu benda yang memiliki bentuk yang sama tapi dengan ukuran berbeda banyak dijumpai atau digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, miniatur bangunan dan bangunan itu sendiri, peta suatu daerah dengan daerah sesungguhnya dan lain-lain.
Dua benda yang memiliki bentuk yang sama tetapi ukurannya berbeda disebut sebangun. Adanya kesebangunan antara dua benda akan berguna untuk mengungkapkan informasi berkaitan dengan benda kedua dengan memanfaatkan informasi pada benda pertama atau sebaliknya.
Kesebangunan dan kongruensi bangun datar merupakan bagian dari materi matematika yang dinilai relatif sulit bagi siswa. Siswa pasti kesulitan untuk menentukan kesebangunan segitiga. Salah satu kompetensi dasar yang dimiliki siswa adalah mengidentifikasi sifat-sifat kesebangunan dan kongruensi. Oleh karena itu kami menyusun makalah ini untuk mempermudah para calon pendidik menjelaskan kepada peserta didiknya.
B. Rumusan Malasah
1. Apa hakikat kongruensi ?
2. Apa hakikat kesebangunan ?
C. Tujuan
1. Mengetahui hakikat kongruensi
2. Mengetahui hakikat kesebangunan.

BAB II
PEMBAHASAN
A.      KONGRUENSI
1.    Pengertian
Bentuk-bentuk kongruen adalah bentuk-bentuk yang memiliki ukuran dan bentuk yang sama, bentuk-bentuk tersebut merupakan duplikat yang persis sama satu sama lain. Bentuk-bentuk tersebut dapat dibuat bertumpang tindih sehingga bagian-bagiannya yang bersesuaian saling berimpitan.[1]Contoh bangun datar yang kongruen yaitu segitiga dan persegi panjang.
a.    Segitiga
   Dalam segitiga kongruen ada empat prinsip, yaitu:
1)      Prinsip 1: jika dua segitiga kongruen, maka bagian-bagiannya yang bersesuaian juga kongruen. (bagian-bagian yang bersesuaian pada segitiga-segitiga kongruen adalah kongruen).


2)      Prinsip 2: (ss.sd.ss.   ss.sd.ss.) jika dua sisi dan sudut yang dibentuknya pada suatu segitiga kongruen dengan bagian-bagian yang bersesuaian pada segitiga yang lain, maka segitiga-segitiga tersebut kongruen. (ket: sd = sudut, ss = sisi).

3)      Prinsip 3: (sd.ss.sd.   sd.ss.sd.) jika dua sudut dan sisi diantaranya pada suatu segitiga kongruen dengan bagian-bagian yng bersesuaian pada segitiga yang lain, maka segitiga-segitiga tersebut kongruen.


4)      Prinsip 4: (ss.ss.ss.   ss.ss.ss.) jika tiga sisi pada suatu segitiga kongruen dengan tiga sisi pada segitiga yang lain, maka segitiga-segitiga tersebut kongruen.[2]






Sedangkan syarat segitiga yang kongruen yaitu:
1)        Ketiga pasang sisi yang bersesuaian sama panjang.



2)        Dua sisi yang bersesuaian sama panjang dan sudut yang dibentuk oleh sisi-sisi sama besar.



3)        Dua sudut yang bersesuaian sama besar dan sisi yang menghubungkan kedua titik sudut itu sama panjang.




b.      Persegi panjang
Persegi panjang dikatakan kongruen jika memiliki bentuk dan ukuran yang sama.



Gambar diatas adalah gambar permukaan lantai yang akan dipasang ubin persegi panjang pada permukaannya diberi garis-garis sejajar jika ubin ABCD digeser searah AB(tanpa dibalik), diperolehA => B, B = > E, D => C, dan C => F sehingga ubin ABCD akan menempati ubin BEFC. Akibatnya,
AB => BE sehingga  AB = BE
BC => EF sehingga BC = EF
DC => CF sehingga DC = CF
AD => BC sehingga AD = DC
Syarat-syarat persegi panjang yang kongruen antara lain, yaitu:
                                    1)     Sisi-sisi yang bersesuaian sama panjang
                                    2)     Sudut-sudut yang bersesuaian sama besar[3]

B.     KESEBANGUNAN
Dua  bangun geometri dikatakan sebangun jika keduanya berbentuk sama tetapi tidak harus berukuran sama. Setiap pasang bangun  yang diperlihatkan di bawah (lingkaran, persegi, segitiga, segilima) semuanya sebangun sebab mereka berbentuk sama.
Syarat dua bangun dapat dikatakan sebangun apabila :
                         1.   Panjang sisi-sisi yang bersesuaian memiliki perbandingan senilai.
                         2.   Sudut-sudut yang bersesuaian sama besar.[4]


Jika dua bangun kongruen, mereka juga sebangun. Akan tetapi, kebalikannya jadi tidak benar sebab kesebangunan tidak berhubungan dengan ukuran. Jadi salah satu dari dua bangun sebangun bisa diperbesar atau diperkecil tanpa mengubah kesebangunannya, selama bentuknya tak berubah. Dalam gambar di bawah ABC dan DEF sebangun sebab setiap sisi ABC tiga kali sisi bersesuaian  DEF sebangun.
Simbol  berarti “sebnagun dengan” yang dipergunakan ketika membicarakan dua atau lebih poligon yang sebangun. Sebagai contoh, ABC DEF berarti ABC dan DEF sebangun.


Karena kesebangunan geometri lebih bergantung pada bentuk, daripada ukuran, bangun-bangun yang sebangun memiliki sudut-sudut kongruen dan sisi-sisi sebanding, tidak harus kongruen. Hubungan antara kesebangunan dan perbadingan dirumuskan dalam definisi berikut.


Dua bangun diatas mempunyai sudut – sudut bersesuaian kongruen :
R W                    L X                      T Y                     U Z
Dan perbandingan sisi-sisin yang berkesesuaian :
 =  =  =  =
Karena itu syarat-syarat kesebangunan dipenuhi, dan segiempat RSTU  segiempat WXYZ.
Hanya bangun-bangun yang memenuhi kedua syarat pada definisi yang sebangun. Sebagai contoh, dua bangun dapat mempunyai sudut-sudut berkesesuaian yang kongruen, tetapi jika sisi-sisinya tidak sebanding, maka bangun-bangun tersebut tidak sebangun. Dalam bangun di bawah ini, persegi ABCD dan persegi panjang EFGH mempunyai sudut-sudut yang berkesesuaian yang kongruen tetapi tidak sebangun.
Sebaliknya, dua bangun yang mempunyai sisi-sisi yang berkesesuaian sebanding, tetapi jika sudut-sudut yang berkesesuaian tidak kongruen, maka bangun itu tidak sebangun. Meskipun sisi-sisi persegipanjang IJKL sebanding dengan sisi-sisi jajaran genjang MNOP, tetapi sudut-sudut yang berkesesuaian tidak kongruen, sehingga persegipanjang IJKL jajargenjang MNOP.
Karena sifat-sifat berikut benar, kesebangunan antar polygon merupakan relasi ekuivalen.
1.    Sifat refleksif : polygon ABCD polygon ABCD. Ini berarti, setiap polygon sebangun dengan dirinya sendiri.
2.    Sifat simetris : Jika poligon ABCD poligon EFGH, maka poligon EFGH poligon  ABCD. Ini berarti poligon kedua sebangun dengan poligon pertama.
3.    Sifat transitif : Jika poligon ABCD poligon EFGH, dan poligon EFGH poligon IJKL, maka poligon ABCD poligon IJKL. Ini berarti jika dua poligon masing-masing sebangun dengan poligon ketiga maka kedua poligon sebangun satu sama lain.[5]

 

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
                                     1.     Benda yang dikatakan kongruen apabila memiliki ukuran dan bentuk yang sama, bentuk-bentuk tersebut merupakan duplikat yang persis sama satu sama lain. Contohnya yaitu segitiga dan persegi panjang. Ada syarat-syarat tertentu agar suatu bangun dikatakan kongruen.
                                     2.     Suatu benda dikatakan sebangun apabila memiliki bentuk yang sama.
B.     Saran
                                1.          Bagi pendidik
Hendaknya pendidik menguasai materi kongruensi dan kesebangunan agar dapat dijadikan bekal dalam mengajar peserta didiknya.
                                2.          Bagi peserta didik
Hendaknya peserta didik menguasai materi kongruensi dan kesebangunan agar dapat memperoleh hasil belajar yang maksimal.


DAFTAR RUJUKAN

(Diposting oleh) Miaratnasih, Matematika Ceria, dalam http://miaratnasih.wordpress.com/2014/01/04/kesebangunan-dan-kongruen-bangun-datar/ diakses pada 23 Maret 2016
Rich, Barnett. terj.Irzam Harmein. 2005.  Geometri. Jakarta: Erlangga.
Susanah dan Hartono.2010. Geometri. Surabaya: Unesa University Press.
Tim Penyusun Ganesha Operation. 2010.  Kumpulan Rumus. Bandung : Ganesha Operation.


[1] Barnett Rich, terj.Irzam Harmein, S.T, Geometri, (Jakarta: Erlangga, 2005) hal.28
[2] Barnett Rich, terj. Irzam Harmein, S.T, Geometri,... hal 28-29
[3] (Diposting oleh) Miaratnasih, Matematika Ceria, dalam http://miaratnasih.wordpress.com/2014/01/04/kesebangunan-dan-kongruen-bangun-datar/ diakses pada 23 Maret 2016
[4] Tim Penyusun Ganesha Operation, Kumpulan Rumus, ( Bandung : Ganesha Operation, 2010), hal. 2
[5] Susanah dan Hartono, Geometri (Surabaya: Unesa University Press, 2008), hal 164-166

Tidak ada komentar:

Posting Komentar